Langsung ke konten utama

Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part1)

Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part1)


Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part1)

Sejak kepindahan kost ku ke daerah Depok, aku bertetangga dengan keluarga Pak Sukarta. Pegawai Pemda DKI ini tinggal bersama istrinya dan menantunya yang biasa dipanggil Teh Euis oleh para tetangga lainnya (teh atau teteh artinya kakak perempuan dalam bahasa sunda, digunakan untuk memanggil perempuan muda, sama seperti mbak dalam bahasa jawa)
Teh Euis yang telah mempunyai anak dua itu tinggal bersama mertuanya, karena suaminya mencari nafkah ke Qatar hampir setahun yang lalu. Usia Teh Euis aku taksir sekitar 30 tahunan, atau tepatnya 37 tahun ketika aku tak sengaja mendengar salah seorang ibu tetangga menanyakan usia menantu Pak Sukarta ini.
Satu hal yang menarik dari menantu Pak Sukarta ini adalah pakaian yang dikenakannya sehari hari. Ibu muda ini selalu berpakaian menutup rapat sekujur tubuhnya kecuali wajahnya dan telapak tangannya. Ibu Muda beranak dua ini selalu kulihat memakai jilbab yang lebar dan pakaian yang panjang longgar hingga mata kaki, bahkan sepasang kakinya selalu kulihat memakai kaos kaki kadangkala berwarna krem atau putih.
Sebenarnya aku tidak terlalu memperdulikan menantu Pak Sukarta yang kelihatan alim itu, namun kalau aku berangkat kuliah, aku sering ketemu Teh Euis pulang dari belanja di pasar. Setiap kali bertemu, Teh Euis selalu menyapaku ramah dan melempar senyum manisnya yang membuat aku menyadari Teh Euis mempunyai paras wajah yang cantik. Wajah wanita tetanggaku yang selalu terbalut jilbab lebar ini mirip sekali dengan aktris Marissa Haque.
Satu setengah bulan sudah aku kost di Depok, dan kadang kala aku berpikiran tentang Teh Euis yang cantik itu. Apakah Teh Euis tidak merasa kesepian ditinggal begitu lama oleh suaminya, namun melihat Teh Euis yang alim itu aku nggak berani berpikir kotor kepada wanita ini.”
Keindahan yang tersembunyi” gumamku kalau mengingat Teh Euis yang berwajah mirip aktris Marissa Haque, namun tubuhnya selalu tersembunyi dalam pakaian dan jilbab panjangnya yang rapat.
Tubuh Teh Euis pun kulihat cukup tingi untuk ukuran wanita, aku pernah melihat ibu muda ini sama tinggi dengan Pak Sukarta ketika dia berjalan bersama mertuanya, dan aku tahu tinggi mertua Teh Euis ini 165 cm, berarti tinggi Teh Euis juga 165 cm.
Senja itu aku baru pulang dari praktikum kimia. Hari sudah mulai gelap, termasuk daerah di sekitar kostku. Waktu aku lewat di samping rumah Pak Sukarta, aku melewati salah satu jendela di rumah Pak Sukarta yang memang sedang diperbaiki. Mungkin karena sedang diperbaiki, jendela itu tidak tertutup sempurna. Aku melihat ada beberapa lubang kecil pada jendela yang tengah diperbaiki itu dari sinar lampu dalam rumah yang keluar lewat lubang-lubang kecil itu.
Melihat lubang-lubang kecil itu timbul rasa isengku untuk mengintip ke dalam. Dengan hati-hati aku segera menempelkan mataku pada lubang-lubang kecil tersebut, beberapa saat kemudian aku menemukan lubang yang cukup besar untuk mengintip. Ternyata jendela tersebut adalah jendela sebuah kamar, entah kamar siapa.
Beberapa saat aku mengintip melalui lubang tersebut, namun keadaan kamar yang terang benderang itu terlihat sepi. Ketika aku hendak mengakhiri aktivitas mengintipku, tiba-tiba aku melihat pintu kamar itu terbuka dan aku lihat seorang masuk ke dalam kamar. Aku belum begitu jelas siapa orang itu, namun setelah orang itu sampai ke tempat yang lebih terang aku baru melihat ternyata orang tersebut adalah seorang wanita muda. Agaknya wanita itu baru selesai mandi ketika aku melihat rambut panjang ikalnya yang basah serta handuk yang melilit tubuhnya. Sesaat aku heran, karena aku tak mengenal dan tak pernah melihat perempuan berkulit putih ini sebelumnya.
Namun sekejap kemudian darahku terkesiap ketika aku mengamati wajah perempuan ini lebih seksama.
“Teh Euis!!” desisku tertahan.
Wajah cantik Teh Euis yang mirip Marissa Haque teramat mudah dikenali. Tubuhku sesaat menggigil menyadari perempuan yang tengah kuintip ini adalah Teh Euis yang alim berjilbab itu. Aku tak pernah melihat tubuhnya kecuali hanya wajahnya yang terbalut jilbab lebar serta telapak tangannya yang putih terlihat halus. Namun saat ini perempuan berjilbab itu aku lihat hanya berlilitkan handuk pada tubuhnya. Mendadak timbul keinginanku untuk mengintip Teh Euis yang agaknya hendak berganti pakaian setelah dia mandi.
Dengan berdebar-debar aku berusaha lebih jelas melihat melalui lubang kecil tersebut, namun aku harus kecewa karena dari lubang pengintip itu, aku hanya mampu melihat tubuh Teh Euis sampai dari kepala sampai ke pinggangnya karena pandangan dari sebagian lubang pengintip itu memang tertutup sebuah lemari buku. Walaupun hanya sebagian tubuh Teh Euis yang terlihat, tubuhku sudah menggigil menahan birahi. Mataku membuka lebar-lebar ketika aku lihat Teh Euis melepas handuk putih yang melilit tubuhnya. Aku yakin tubuh menantu Pak Sukarta saat ini telanjang bulat. Sayangnya aku hanya mampu melihat dari kepalanya hingga ke pinggangnya.
Aku menelan ludah berkali-kali melihat keindahan tubuh Teh Euis yang terlihat lewat lubang pengintip. Mataku lekat menatap leher jenjang ibu muda ini yang terlihat mulus menggiurkan, lantas mataku menyusuri ke bawah hingga kulihat sepasang buah dada Teh Euis yang telanjang. Nafasku mulai terengah dan kemaluanku pun mulai tegang ketika mataku lekat di dada Teh Euis. Sepasang payudara ibu muda yang cukup montok ini masih terlihat kencang, walaupun tidak sekencang payudara seorang perawan. Kulitnya yang putih mulus dengan puting susu yang kecoklatan membuat buah dada Teh Euis terlihat menggiurkan dan membangkitkan birahiku.
Namun aku hanya mampu menikmati keindahan payudara Teh Euis saja, karena ketika mataku menyusuri ke bawah payudaranya, lemari buku sialan itu menghalangi pandanganku, padahal aku tahu Teh Euis tengah telanjang bulat saat ini. Nafasku terengah-engah melihat Teh Euis yang kemudian mengenakan BH untuk menutupi sepasang buah dadanya yang sedang menjadi santapan mataku. Aku mengakhiri keasyikanku ketika Teh Euis telah mengenakan pakaian, sebuah jubah panjang berbunga-bunga. Akhirnya aku kembali ke tempat kostku yang terletak di samping rumah Pak Sukarta dengan birahi yang memuncak.
Rasa seganku kepada Teh Euis yang berjilbab itu berganti rasa birahi yang meTetehar. Ketika aku di kamar, aku mengocok kemaluanku sembari membayangkan kedua buah dada Teh Euis kulihat telanjang tadi. Aku membayangkan yang sedang mengocok-ngocok kemaluanku adalah tangan Teh Euis dengan dada montoknya yang telanjang… mmm.. aku cuma bisa mendesah-desah dan menggigit bibirku menahan nikmat, sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatanku ketika tubuhku bergetar hebat disertai muncratnya air mani kental dari ujung penisku dan eranganku menyebut nama wanita tetanggaku itu, membayangkan keindahan yang kuintip tadi.
 “Ohhhh.. mmm.. ahhhh… sshhhh.. The Euuuiiis… ahhhhh.. enaaaaakkkk.. ahhhhhhh!!!” desahku di di ujung kenikmatanku sebelum aku tergeletak lemas.
Sejak saat itu rasa seganku kepada wanita berjilbab ini lenyap justru aku selalu membayangkan tubuh Teh Euis dalam onaniku. Aku mengkhayalkan keindahan tubuh di balik pakaian jubah panjang dan jilbab lebar yang selalu dikenakan ibu beranak dua ini.
Setiap kali aku ketemu Teh Euis dalam jilbab lebar dan jubah panjangnya, mataku lekat menatap sekujur tubuhnya sementara benakku membayangkan tubuh di balik pakaian yang menutup rapat tubuhnya itu. Beberapa kali aku menelan ludah melihat cetakan garis BH dan sekan-akan kulihat belahan buah dada yang montok itu di dada yang tertutup jilbab lebar itu.
Akupun sekarang senang mengamati Teh Euis ketika dia menyapu halaman rumahnya saat sore hari. Melalui sela-sela jendela kamar kostku, aku melihat Teh Euis tengah membungkuk menyapu. Pinggulnya yang terbungkus jubah pakaiannya nampak menggiurkan.
Aku berulangkali menelan ludah ketikat melihat celana dalam yang dipakai Teh Euis tercetak jelas pada jubahnya saat dia membungkuk untuk menyapu. Belahan pantatnya pun samar terlihat membuatku jakunku naik turun menahan getaran birahi. Rasa-rasanya aku ingin menyingkap jubah yang dipakai Teh Euis ke atas, sehingga aku dapat melihat pantatnya yang montok itu. Namun aku hanya mampu membayangkan saja yang kemudian diakhiri dengan onani.
Hampir seminggu sejak aku pertama kali aku mengintip Teh Euis yang membuatku akhirnya menyimpan birahi kepada wanita berjilbab tetanggaku itu. Rasa penasaranku bercampur birahi untuk melihat tubuh Teh Euis di balik pakaiannya yang rapat kian menggebu. Aku selalu mencari celah untuk mengintipnya seperti seminggu lalu, namun ternyata tak ada sebuah lubang apapun di rumahnya untukku dapat mengintipnya dalam keadaan tak berjilbab dan berjubah itu.
Ternyata aku hanya punya kesempatan mengintip sekali itu, karena jendela itu selesai diperbaiki sehari setelah aku mengintip melalui lubang-lubang pada jendela yang rusak itu dan aku tak melihat ada celah untuk mengintip Teh Euis lagi. Sampai siang itu. Faiz, anak pertama Teh Euis yang sering bermain ke tempat kostku, tertidur di kamar kostku setelah dia lelah bermain.
Aku biarkan bocah laki-laki yang baru berusia 4 tahun ini lelap dalam tidurnya, sementara aku mengutak-atik komputer yang kebetulan rusak di kamarku. Setelah mengutak atik komputerku beberapa saat, aku harus membeli beberapa kabel baru. Ketika aku melangkah ke arah pintu berniat membeli kabel-kabel itu, aku mendengar ketukan dan suara salam seorang wanita di pintu. Akupun membuka pintu seraya menjawab salam, dan aku tertegun ketika ternyata Teh Euis yang ada di depan pintu kostku dengan wajah pucat dan terlihat lelah.
Siang ini dia mengenakan jilbab putih lebar dengan jubah biru bermotif bunga serta kaus kaki krem yang membungkus kedua kakinya.
“Maaf dik.. lihat Faiz anak saya, nggak? Saya sudah kemana-mana mencarinya namun nggak ada.” tanya Teh Euis terdengar cemas.
Aku tersenyum mendengar kecemasannya
 “Ada kok Teteh, lagi tidur di kamar saya”.
Teh Euis menarik nafas dalam-dalam
“Syukurlah… biar saya ambil sekarang “
“Silahkan, Teh” kataku seraya melangkah masuk dikuti wanita berjilbab ini, mataku sempat melirik ke dada Teh Euis yang montok, membuat kembali terbayang kemulusan buah dada montok yang telanjang di dada ibu muda ini saat kuintip seminggu lalu. Aku menelan ludah melihat dada Teh Euis yang tertutup jilbab putih lebar itu, terlihat begitu montok menggiurkan.
“Tuh.. masih tidur” kataku sambil menunjuk Faiz yang tengah lelap diatas tempat tidurku.
Sesaat wajah cantik Teh Euis tampak bimbang melihat anak pertamanya itu lelap dalam tidurnya.
“Mungkin saya nitip anak saya dulu dik.. kasian kayaknya dia lelap sekali tidurnya, nanti sore saya ambil..” desisnya lirih.
Aku tersenyum mengangguk, tapi sedetik kemudian aku ingat aku harus membeli kabel buat komputerku.
“Nggak papa Teteh, tapi sebentar aku mau pergi beli kabel, boleh aku minta Teteh disini dulu sebentar ?” tanyaku. “Sampai aku kembali”
Teh Euis tersenyum lantas mengangguk, namun wajah cantiknya tampak kuyu letih.
“Mm.. Teh Euis kayaknya letih yah.. biar aku buatkan minum buat Teh Euis sebentar, Teteh khan tamu di rumah ini, apalagi baru pertamakali berkunjung,” kataku spontan.
Wajah yang terbalut jilbab putih lebar itu tersenyum
“Terserah adik.. Teteh memang haus”
Tak berapa lama kemudian, aku mengambil sebuah gelas yang aku tuangi dengan syrup ABC jeruk serta air dingin dari kulkas.
Ketika aku tengah mengaduk minuman untuk Teh Euis, mataku menangkap beberapa bahan kimiawi praktikum di mejaku. Aku tahu beberapa bahan kimia itu mempunyai efek sebagai obat tidur. Sesaat aku merasa bimbang ketika timbul keinginanku untuk mencampur minuman untuk Teh Euis dengan bahan kimiawi tersebut.
Aku berhenti mengaduk, mataku melirik Teh Euis yang tengah duduk di karpet ruang tamu sambil membaca sebuah majalah komputer milikku. Wajah cantik yang terbalut jilbab itu begitu mempesona, apalagi ketika kulihat ternyata ujung pakaian jubahnya agak tertarik ke atas tanpa di sadarinya, membuat salah satu betisnya terlihat nyaris separuhnya.
Walaupun betis Teh Euis saat ini terbalut kaus kaki krem, namun betis yang terlihat nyaris separuh itu terlihat begitu indah dan keindahan apalagikah ketika ujung jubah itu kian tertarik ke atas.. tanpa sadar aku menelan ludah membayangkannya, apalagi ketika teringat keindahan buah dada Teh Euis yang pernah kulihat telanjang, membuat otakku kian dipenuhi birahi terhadap wanita berjilbab yang kini duduk di karpet ruang tamu kost.
Akhirnya tanpa ragu aku mencampurkan bahan kimia itu ke dalam minuman dingin untuk Teh Euis, cukup untuk membuat wanita ini terlelap.
“Silakan diminum Teh.. aku pergi beli kabel sebentar..” kataku dengan dada berdebar-debar.
Teh Euis tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, namun dia terlihat agak gugup ketika tahu mataku tengah memperhatikan betisnya yang tersingkap nyaris separuh itu.
“Terima kasih dik.. ngerepotin aja” kata Teh Euis sembari membenahi ujung jubahnya yang tertarik ke atas dengan sedikit tergesa, sehingga betis itu kembali tertutup.
Aku tersenyum penuh arti ketika tangan Teh Euis membenahi ujung jubahnya dengan sedikit gugup dan wajah yang bersemu merah.
Beberapa saat kemudian Honda GL ku meluncur meninggalkan tempat kostku. Tak sampai 15 menit kemudian aku pun kembali. Jantungku berdegup kencang ketika aku memarkirkan sepeda motorku di teras, lantas aku membuka pintu dengan tergesa-gesa.
Aku nyaris terlonjak dengan jantung berdegup kian kencang ketika mataku menatap ke ruang tamu kostku yang hanya berlapis karpet biru itu. Mataku terbelalak melihat Teh Euis ternyata telah tergeletak pulas di atas karpet ruang tamu.
“Hahaha.. ternyata bahan kimia itu bekerja baik” kataku sambil mendekati tubuh Teh Euis yang tergeletak pulas, sementara gelas minuman yang kuberikan untuknya terlihat kosong, tanpa setitik air di dalamnya.
Aku tersenyum penuh nafsu, memandang wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat pulas terlentang di atas karpet ruang tamu kostku. Dengan jantung berdegup kian kencang aku menghampiri Teh Euis, lantas berlutut di sampingnya. Mataku lekat menatap wajah Teh Euis yang mirip artis Marissa Haque ini. Wajah cantik berbalut jilbab putih lebar itu kian terlihat cantik saat pulas tertidur membuatku kian bernafsu.
Kemudian mataku menatap dadanya yang naik turun dengan teratur seiring nafasnya. Sepasang buah dada montok yang tertutup jilbab putih lebar itu membuatku menelan ludah, sehingga sesaat kemudian tanganku terulur menjamahnya. Aku merasa bermimpi ketika tanganku dengan sedikit gemetar meraba-raba bukit montok di dada Teh Euis yang masih tertutup jilbab lebar itu.
“Ohh.. montoknya” desisku dengan nafas mulai tersengal, lantas sedetik kemudian tanganku mulai meremas buah dada Teh Euis yang masih tertutup jilbab putih yang lebar itu.
Aku nyaris tak percaya kalau siang ini aku dapat meremas dada montok wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat alim itu
“Ohh.. Teh Euis…….!!” desahku ketika kemudian tanganku meremas-remas sepasang payudara kenyal di dada ibu muda beranak dua ini.
Semakin lama tanganku kian liar meremas buah dada Teh Euis membuat jilbab putih yang dikenakannya kusut tak karuan. Tanganku kemudian menyingkapkan jilbab putih yang menutupi dada montok itu ke atas. Aku tersenyum ketika aku melihat tiga kancing pada bagian atas jubah yang dipakai ibu muda ini.
Tanganku terasa gemetar ketika jemariku meraih tiga buah kancing yang rapat itu, lantas mulai membukanya satu persatu. Perlahan-lahan kulit mulus di dada Teh Euis yang putih mulai terlihat merangsang birahiku. Jakunku naik turun dengan dada yang berdegup kian kencang. Birahiku kian liar bergolak, ketika tanganku semakin lebar menyingkap bagian atas jubah Teh Euis yang terbuka itu.
Belahan payudara Teh Euis yang montok itu membuatku kemaluanku kian mengeras dan mataku seakan tak berkedip melihat keindahan di dada wanita berjilbab ini. Mataku pun mulai melihat, BH warna krem yang membungkus sepasang payudara Teh Euis, saat aku menyingkapkan semakin lebar bagian dada jubah yang dipakai wanita berjilbab ini.
Kemudian jubah yang dipakai Teh Euis aku tarik ke bawah sehingga bagian atasnya tertarik kebawah melewati pundaknya, maka tersembullah sepasang buah dada Teh Euis yang montok dan mulus menggiurkan. Buah dada Teh Euis itu masih ketat terbungkus bh warna krem yang dikenakan wanita berjilbab ini.
“Ooohh.. Teh Euis… montoknya” desisku sambil menahan birahi yang kian menggelegak.
Mataku liar melihat gundukan buah dada Teh Euis yang masih tertutup BH warna krem. Kemudian dengan nafsu yang kian menggelegak, tanganku menarik cup BH itu ke atas yang membuat buah dada ibu muda ini tak tertutup lagi.
“Glek.. ohh.. Teh Euis….” desahku menahan birahi melihat payudara Teh Euis yang kini telanjang didepannya.
Payudara telanjang di dada wanita berjilbab ini begitu indah bentuknya. Walaupun Teh Euis telah beranak dua, namun sepasang buah dadanya masih terlihat kencang. Kulit Teh Euis yang putih mulus dan puting susu kecoklatan yang terlihat mulai tegak membuat buah dada wanita berjilbab ini kian menggiurkan nafsuku.
Dengan gemetar tanganku mencoba menjamah buah dada ibu muda berjilbab ini. Aku seakan tak percaya mampu menjamah payudara seorang wanita alim seperti Teh Euis, yang sehari-hari kulihat selalu menutup rapat sekujur tubuhnya dengan jilbab yang lebar dan jubah panjang yang longgar. Namun ketika tanganku merasakan kehangatan dan kekenyalan payudara Teh Euis yang montok, tubuhku mengigil menahan birahi kian menggelegak. Kemudian dengan penuh nafsu tanganku mulai meremas-remas payudara montok yang telanjang itu. Sepasang payudara yang selama ini tersembunyi di balik jubah dan jilbab lebar yang selalu dikenakan Teh Euis kali ini ada dalam remasanku yang kian liar.
“Mmm.. teteeeh… mmmm…” desisku sembari mempermainkan puting susu kecoklatan di dada Teh Euis dengan jari-jariku.
Aku merasakan puting susu ibu muda yang aku pelintir ini kian terasa tegak dan mengerasi. Nafasku memburu jalang, tubuhku menggigil menahan birahi menggelegak ketika tanganku bermain di dada telanjang wanita berjilbab ini. Beberapa lama aku meremas-remas buah dada Teh Euis yang telanjang itu dengan tanganku, sebelum aku mulai menjilati payudara wanita berjilbab itu dengan lidahku dan menciuminya penuh nafsu.
Aku merasakan sepasang buah dada Teh Euis yang telanjang itu kian kencang mengeras ketika aku menciuminya dan menjilatinya, bahkan ketika aku mengulum puting susu yang kecoklatan itu aku sempat terkejut oleh rintihan dari mulut Teh Euis. Aku menatap wajah Teh Euis yang masih terbalut jilbab putihnya itu, namun aku lihat wajahnya masih lelap dalam tidurnya hanya bibirnya memang mulai mendesah dan mengerang.
“Oohhh.. Teh Euis mulai terangsang…” desisku melihat keadaan wanita berjilbab ini.
Desahan yang keluar dari bibir Teh Euis membuatku nafsu birahiku kian liar. Mulutku kian liar menciumi dan menjilati payudara telanjang di dada wanita berjilbab ini. Puting susu yang kecoklatan itu aku kulum dan aku hisap dengan bibir dan mulutku, membuat desahan Teh Euis kian sering terdengar. Birahiku semakin terasa menggelegak jalang mendengar rintihan dan desahan wanita berjilbab ini. Sempat terbayang beberapa hari lalu, Teh Euis terlihat begitu anggun dengan jubah dan jilbab lebarnya. Waktu itu aku hanya menelan ludah melihat tonjolan montok di dada yang tertutup jilbab lebar itu. Namun saat ini, payudara wanita berjilbab itu dapat aku nikmati sepuas birahiku.
Cukup lama aku memuaskan nafsuku pada kedua payudara montok Teh Euis yang telanjang tanpa penutup itu. Aku melihat Teh Euis semakin jalang mendesah dan merintih dalam tidurnya tiap kali aku menghisap dan menjilati dan menciumi kedua buah dadanya yang montok mengiurkan itu. Gila..baru pertama kali ini aku melihat seorang wanita berjilbab merintih begitu jalang dan liar, oleh birahi yang mencengkeramnya.
Setelah aku puas dengan payudara Teh Euis, mataku beralih menatap bagian bawah tubuh ibu muda berjilbab ini. Aku melihat walaupun beberapa kali, Teh Euis menggeliat dan mengejang menahan rangsangan birahi dariku, namun ujung jubah yang dikenakan Teh Euis tidak sampai tersingkap, bagian bawah Teh Euis masih rapi tertutup oleh jubah panjang yang dipakainya sehingga hanya terlihat kakinya yang terbungkus kaus kaki warna krem.
Sesaat terbayang dalam benakku, rasa penasaranku selama ini yang membuatku ingin menyingkap jubah yang dipakai Teh Euis. Perlahan kemudian aku mendekati kaki Teh Euis yang masih tertutup jubah yang dipakainya. Dengan sedikit gemetar, tanganku terulur menyingkap jubah biru kembang yang dipakai Teh Euis dengan. Jantungku berdegup kencang ketika jubah itu mulai aku singkap ke atas, mataku mulai melihat sepasang betis Teh Euis yang indah bentuknya. Sepasang betis yang indah ini masih terbungkus kaus kaki warna krem yang agak tipis.
Bersambung..........
Baca Disini : Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part2)

Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part2) Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab Panjang Istri Orang (Part2) Tanganku semakin gemetar ketika ujung jubah biru itu aku singkap semakin ke atas menyusuri kaki Teh Euis. Mataku kian membesar melihat ujung jubah yang tengah aku tarik ke atas itu mulai melewati lutut wanita berjilbab ini. Aku baru tahu,ternyata kaos kaki katun yang dipakai Teh Euis cukup panjang, hampir seluruh betisnya tertutup oleh kaus kaki krem yang dipakainya. Nafasku kian mendengus kasar menahan nafsu birahiku saat ujung jubah itu aku singkap ke atas melewati kedua lututnya, dan mataku nyaris tak berkedip melihat keindahan yang terpampang dibalik jubah yang aku singkap semakin ke atas. Akhirnya ujung jubah biru yang semula rapat menutup tubuh ibu muda ini tersingkap hingga ke pinggangnya. Sepasang kaki wanita berjilbab itu kini tidak lagi tertutup jubah panjang itu. “Ohh.. Teh Euis..” desisku dengan mata nyaris tak berkedip melihat pemandang...

Gairah Seks Ibu Ibu yang Ku Kenal Di Toko Buku

CeritaDewasa Terasik – setelah sebelumnya ada kisah  Pembantu yang Bikin Ketagihan dan Betah Dirumah , kini ada Gairah Seks Ibu Ibu yang Ku Kenal Di Toko Buku. selamat membaca dan menikmati sajian khusus bacaan cerita sex bergambar yang hot dan di jamin seru meningkatkan nafsu birahi seks ngentot. Gairah Seks Ibu Ibu yang Ku Kenal Di Toko Buku Pada suatu hari sekitar jam 12 siang aku berada di sebuah toko buku Gramedia di jalan Gatot Subroto untuk membeli majalah novel edisi khusus, yang katanya sih edisi terbatas. Hari itu aku mengenakan kaos t-shirt putih dan celana katun abu-abu. Sebenarnya potongan badanku sih biasa saja, tinggi 170 cm berat 63 kg, badan cukup tegap, rambut cepak. Wajahku biasa saja, bahkan cenderung terkesan sangar. Agak kotak, hidung biasa, tidak mancung dan tidak pesek, mataku agak kecil selalu menatap dengan tajam, alisku tebal dan jidatku cukup pas deh. Jadi tidak ada yang istimewa denganku. Saat itu keadaan di toko buku tersebut tidak ter...